PERAN PEMERINTAH TERHADAP MICRO FINANCE DI INDONESIA
Peran pemerintah terhadap micro finance di indonesia, sebagai gantinya korporasi-korporasi global memiliki peran dan keberadaan yang sangat menentukan dalam perekonomian suatu negara. Korporasi-korporasi tersebut menampilkan suatu ancaman serius bagi kesejahteraan sosial dan ekonomi para pekerja, usaha-usaha kecil, dan komunitas-komunitas lokal. Korporasi berada dalam posisi yang kuat saat melakukan investasi dengan menarik konsesi maksimum dari ekonomi yang dipertimbangkannya sebagai tempat berinvestasi. Akan tetapi kondisi seperti ini membuat pertumbuhan ekonomi tidak seimbang serta menimbulkan lonjakan dan peluruhan ekonomi yang sulit diprediksi.
Untuk menjaga pertumbuhan ekonomi seimbang dan stabil, peran pemerintah pada pasar tidak dapat dihilangkan (Stiglitz, 2003). Untuk mencapai keseimbangan yang tepat, diperlukan penguatan peran pemerintah pada sejumlah bidang dan pengurangan pada bidang lainnya. Keseimbangan itu berarti, melakukan restrukturisasi subsidi, penghapusan dana talangan pemerintah terhadap korporasi besar, dan penghapusan intervensi pasar yang membatasi kompetensi. Di samping itu, keseimbangan juga berarti bahwa pemerintah harus berperan aktif dalam melindungi rakyat sebagai konsumen dan melindungi investor dari berbagai penyimpangan yang merugikan. Hal ini berarti pula bahwa pemerintah harus mendukung riset dan pendidikan serta mengupayakan perlindungan yang lebih baik kepada lingkungan hidup. Keseimbangan diharapakan deapat mengurangi risiko kegagalan pasar yang lebih jauh akan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat bagi pemerintahan di Indonesia khususnya.
Disamping itu, Layanan microfinance bisa dilakukan oleh pemerintah, individu, swasta, LSM, Lembaga Keuangan formal ataupun informal. Layanan microfinance yang dilakukan oleh perbankan disebut microbanking. Microbanking adalah bagaimana perbankan yang merupakan lembaga keuangan formal harus bisa melayani sektor mikro, yang umumnya bersifat informal, atau bagaimana sektor mikro yang informal bisa masuk dalam sektor perbankan yang formal.
Dana pemerintah untuk program keuangan mikro harus selalu ditempatkan sebagai katalis bagi pembangunan berkelanjutan serta melibatkan “exit strategy” jangka panjang yang secara bertahap membangun mitra komersil untuk mengambil alih kegiatan program serta mendukung pengembangan sumber daya yang berkelanjutan untuk membiayai baik usaha mikro dan kecil maupun LKM. Komponen untuk membangun keterkaitan yang efektif dan berkelanjutan dengan sistem keuangan formal harus selalu disertakan untuk mendukung pertumbuhan sektor keuangan mikro dan menambah dana pemerintah.
Industri keuangan mikro sudah sangat terfragmentasi dan tidak efisien. Sedapat mungkin, pemerintah sebaiknya bekerjasama dengan dan memperkuat LKM yang sudah ada daripada membangun yang baru, serta mendukung konsolidasi dan penguatan industri keuangan mikro. Di samping itu, jika memungkinkan, pemerintah juga sebaiknya mendukung LKM (dan bank) untuk memasarkan produk mereka sendiri yang sesuai dengan kebutuhan pasar lokal daripada menciptakan produk “ala proyek” yang sifatnya sementara.
Proyek pemerintah yang menargetkan serta membangun kredibilitas finansial peminjam dari kalangan miskin tampaknya cukup sukses dalam menciptakan akses finansial bagi kaum miskin. Namun, LKM sebaiknya dibiarkan untuk memberikan pinjaman berdasarkan bukti kredibilitas finansial klien dalam rangka membangun keberlanjutan jangka panjang LKM dan kelanjutan pelayanan mereka kepada masyarakat. Program hibah untuk kaum miskin sebaiknya dipisahkan pengelolaannya dari program kredit/pinjaman.
Kualitas portfolio tampaknya lebih tinggi di daerah dimana bank pelaksana memainkan peranan yang lebih aktif (mis. Bank Bukopin). Pemerintah harus berhati-hati dalam mengaitkan antara insentif bagi peningkatan partisipasi bank dengan pemilihan bank yang memang memiliki ketertarikan untuk melayani kelompok yang ditargetkan. Sedapat mungkin, identifikasi serta partisipasi bank dan LKM pelaksana (atau penyalur) dalam proyek jangan melalui penunjukkan langsung, tetapi melalui proses tender yang adil dan transparan.
Komponen untuk membangun keterkaitan yang efektif dan berkelanjutan antara proyek keuangan mikro dengan sistem keuangan formal dalam rangka mendukung pertumbuhan sektor keuangan mikro serta meningkatkan dana pemerintah harus selalu dimasukkan dalam rancangan proyek. Kebanyakan proyek keuangan mikro hanya bergantung pada dana dari pemerintah/donor. Karenanya, peningkatan partisipasi dari pelaku komersil utama amat dibutuhkan untuk menjaga kelanjutan proyek dan untuk mengarahkan industri keuangan mikro kepada produk yang lebih bervariasi, sistem distribusi yang lebih luas, akses ke berbagai pelayanan keuangan mikro yang lebih besar bagi kaum miskin, serta penempatan sektor keuangan mikro ke dalam arus ekonomi utama.
Pinjaman untuk tujuan non-bisnis perlu disertakan dalam proyek keuangan mikro pemerintah. Kaum miskin juga membutuhkan pinjaman untuk tujuan non-bisnis untuk melindungi dan membangun aset serta usaha mereka. Karenanya, pembatasan pinjaman hanya untuk kebutuhan usaha dapat membatasi manfaat dan akses kaum miskin terhadap pinjaman.
Untuk meraih sukses jangka panjang, kelompok mandiri (SHGs) perlu diintegrasikan sepenuhnya ke dalam kegiatan LKM atau bank selama program berlangsung, daripada hanya didukung dan disubsidi oleh petugas lapangan pemerintah. Dalam praktiknya, kelompok mandiri yang dibentuk dalam program pemerintah cenderung bergantung pada dukungan eksternal yang berkelanjutan. Inilah sebabnya banyak kelompok yang bubar setelah program
Pemerintah harus memainkan peranan penting sebagai pengawas dalam layanan keuangan, bukan sebagai pelaku utama, dengan cara menjamin kepastian hukum dan sistem pengawasan, serta meningkatkan kapasitas dari LKM.
Di tingkat propinsi dan kabupaten, Pemerintah harus meningkatkan kapasitas staf kunci berbagai departemen dalam standar best-practice sistem keuangan mikro, sehingga mereka dapat menjalankan fungsi pengawasan dengan baik.
Suatu badan koordinasi pusat yang bertugas khusus untuk mengawasi serta mendukung tugas-tugas tersebut di atas akan sangat bermanfaat sebagai badan pembuat keputusan satu pintu (one-door policy-making body) untuk membina, mengkaitkan, mengkoordinasikan, dan mendukung program keuangan mikro pemerintah, serta untuk lebih meningkatkan sumber daya pemerintah secara efektif. Badan ini sebaiknya juga ditugaskan untuk membuat standar dan mengkoordinasikan program keuangan mikro antar departemen serta mendukung pengembangan, monitoring dan evaluasi program keuangan mikro di tingkat propinsi dan kabupaten.
0 komentar:
Posting Komentar